T’lah kuleburkan
asa dalam selaksa
Menepis
kecurigaan semu
Menerjang
kecemburuan jemu
Untuk selalu dan
tetap percaya padamu
Fakta berbalik
mengatakan salah
Aku sungguh tak
bisa mencintaimu
Seperti kemarin
hari
Karena rasaku
tlah sungguh musnah
Bohong aku
Jika katakan aku
begitu menyayangimu
Padahal batinku
mengamuk dan meronta
Untuk katakan
tidak,tidak,dan tidak
Aku mencoba
tetap bertahan mendampingimu
Walau adakalanya
kita tak pernah sejalan
Ku selalu
mencoba mencari arah terbaik
Agar damai
bersenandung bersama kita
Namun jangankan
damai senyum pun begitu jauh
Lidah kelu tuk
berucap
Mata lelah tuk
bertatap
Pada akhirnya
memang tak berpihak
Dan aku harus
pergi
(Belinyu, 29 Desember 2009)
Temaram Jiwa
Malam menghias
bias rembulan
Awan berderap
menyusun makna
Ku peluk
kehampaanku tanpamu sobat
Wajahmu nan ayu
memoles sepiku
Kerinduan akan
kisah kecil kita
Dimana saat
tertawa menggema bersama
Mentari tlah
kembali ke peraduan
Tapi kita masih
asyik bercanda
Masa kecil
yang dirindukan
Masa
kecil yang dinanti
Pada
kelindukan hari
Aku dan
aku harus berpisah
Temaram
berbias mesra penuh romantisme rasa
Senantiasa
senandungkan langkah
Tentang
kemarin , esok , lusa bahkan seterusnya
Sejengkal
lelah diufuk bumi
Tujuh
gugus bintang bersembunyi dipunggung bulan
Seutas
tali mengikat leher ku,
Mencekik
raga yang terlunta
Lembaran
demi lembaran terukir bait alibi sang perindu
Diselaksa
ubun senja nan temaram
Ingatkah
engkau tentang kisah kita
Kisah
anak-anak manis berseloroh manja
Seperti
itulah dikala kita mengenang masa lalu
Sampai
detik ini persahabatan kita tak akan pernah lekang
Biarkan
apa kata perempuanmu
Biarakan
apa kata lelakimu
Karena
kita adalah sahabat
Dan
hanya sahabat.
(Belinyu, 27 Desember 2009)
Pezinah Kanvas
Mimpi malam
bergelak sumbar
Hati bersauh
pada perantara angan
Kudekap sinar
dibalik labirin
Resah mengental
berjejal
Lenggok lekuk
bentuk garis
Konkrit dan
abstrak
Pada secarik
buram abu
Torehan nanah
kanvas
Mengalir
berputar diubun papan
Merah , coklat
berdarah oral
Diremas sadis
pezinah kanvas
Menuri titik
penghubung menjadi riil
Didekap,
direngkuh dalam pelukan imajinasinya
Dikecup penuh
cinta tepat dibibirnya
Ranum bagai
mawar yang hendak mekar
Argh..gairah
merasuk jiwa
Selimuti kawah
hasrat yang menggila
Dipoles
sedemikian rupa
Duh..elok
bentuknya menggugah sukma
Menggetarkan
naluri tanpa jeda
Maka dikecup
lagi lebih mesra
Menawarkan
secangkir asmara sang pezinah kanvas
Pada pikirnya
yang melanglangbuana
Merayu segenap
pecinta dari yang lebih cinta.
(Belinyu, 25 Mei 2010 )
Pelangi
di Sore Adha
Kala terpaku
seorang diri
Tiadalah jeda
dirai hati
Mimbar-mimbar
beralas aspal permadani
Pelangi di sore
adha
Bergaris alur
membentuk oretan warna
Mejikuhibiniu
Laksana rumput
teki diluas hampar alam
Pelangi di sore
Adha
Menabu gema
harmonisasi rasa
Bak anak tangga
bertingkat
Kami saling
tertawa lepas
Melelehkan
gamang tanpa roh
Pilar-pilar
langit tampak kokoh
Alam semesta
bertasbih
Berdzikir
memilir butir-butir kerikil
Mengumandangkan
asma MU ya Rabb
Takbir
bergemuruh disepanjang malam
Beralas sajadah
sujud hamba dihadapMU
Pelangi di sore
Adha
Kami bercanda
menatap ufuk senja
Menoreh kesan
renda sulaman ungu
Menyibak tabir
kehakikihan raga
Karena ENGKAU
sang Maha Pecinta
(Belinyu,16 Nop. 10)
Kasih
Sepanjang Zaman
Kala sepi
menghampiri kalbu
Kau
dongengkan padaku cerita 1001 malam
Tuk hantarkan ku
dalam lelap tidurku
Alunan merdu menghangatkan suasana
Ibu..kau kasih
sepanjang zaman
Aku rindu canda
tawa semasa kecil
Aku rindu senyum
manismu
Yang hantarkanku
pada cinta tak bertepi
Ibu.. adakah
engkau sadari
Sekarang anak mu
ini telah beranjak dewasa
Tapi sedewasa
ini masih lah engkau yang selalu ku rindu
Kangen pada
ocehanmu bu
Kangen pada
celoteh girang khas mu ibu
Ibu walau esok
langit berganti warna
Namun kasihmnu
padaku tak akan terganti
Ibu meski
rembulan tak lagi berbias mesra
Tapi kau akan
selalu dihatiku
Temani kemana
pun aku melangkah
Menapakan kaki
ku
Memelukmu
direlung jiwa
Karena kau
pelita yang akan selalu terangi aku.
(Belinyu, 8 Juni 2010)
Kisah ku
Membenam pedih
mengakar dijiwa
Menelan pahitnya
kegetiran
Angan terseok
dibalik cadar awan
Menusuk dan
mengoyak hati
Menoreh serta
membunuh akal ini
Sebulir kristal
bening menetes
Mengalir digaris
sudut mata
Berdebam jatuh
kedalam gelas
Dua cincin patah
diujung jari
Roda malam
terjepit jerih
Hiruk pikuk
tanpa jeda
Siapa yang tahu
pudarnya lukisan
Aku punya
pilihan yang tak kau ketahui
Lelah mencampakkanku
Merampas semua
cerita tentang aku dan kamu
Masih kudekap
pilu
Pernyataanmu
menampar merah rona hasrat
Menghunus
kedilemaan disebait puisi
Geram merangkul
lutut kecil
Menyikut gulana
dikalbu
Deru sang bayu
menusuk kulit ari
Hembusan dahaga
menagkup wajah
Hanya berupa
potongan bait-bait kutikula
( Belinyu,
2010-11-17)
Sudah
Terlalu Lama
Seraup pemanis
digusi malam
Manghantarkan
mimpi dikelam pekat
Menyambut gundah
dihati
Kemana bulan kan
menapak
Diraih bintang
di pendar hari
Ketika malam
mengilang
Pagi pun datang
kembali
Begitulah
seterusnya
Tapi bagaimana
denganku
Ketika kau
hilang ku tak pernah
Dan tak bisa
temukan penggantinya
Apakah aku
terlalu berharap akanmu?
Pada rasa yang
belum tentu pasti
Sungguh suatu kebodohan
Tapi aku ingin
cepat terbangun
Dari
keadaan yang membimbangkan
Pelik
sangat
Dihidupku
tiada lagi yang bisa untuk temukan yang baru.
(Belinyu, 26 maret 2010)
Bila
Hanya Sebatas Mimpi
Tertumpu rasaku
padamu
Bawalah aku
memasuki singgasana hatimu
Jadikan aku
permaisuri untuk cintamu
Senyummu suatu
hal terindah
Kasih
Maafkan aku ingin
kembali
Maafkan aku tak
bisa tanpamu
Hingga kini
kusadari akanku
Yang tak berarti
tanpamu
Kasih
Limbung
langkahku memaknai
Dimanakah kita
sesungguhnya
Benarkah ini
hanya sebatas mimpi
Mungkinkah kau
terluka oleh rasa
Hingga kau
menganggap semua sama
Kasihku
Dengarkan aku
Aku akan
menunggumu
Menunggu pastimu
Sampai cintamu
tak lagi berarti untuk orang lain
Tapi aku kan
setia menantimu
Mengharapmu yang
selalu hadir dalam mimpiku
Dan nyata itu
yang kurindu
Bila hanya
sebatas mimpi
Kurasa tak
mengapa
Asal kita bisa
bersua bahagia
Di ambang rasa
berhimpun indah.
(Belinyu, 17 Nop. 10)
Kepastian
Semu
Tahun ini
semakin dekat kedepan
Tapi mengapa
langkah kita semakin mundur
Menjauh mencari
arah baru
Menghindar dari
kejemuan
Awalnya terasa
bahagia menyapa kesendirian
Semakin lama
semakin menakutkan
Semakin tersadar
angan tuk pergi segera
Meninggalkan
kepastian semu
Bolehkah akhirnya
aku putuskan mengakhiri rasa ini?
Rasa yang tlah
permalukanku
Rasa yang tlah
meracuniku
Rasa yang tlah
membunuhku secara perlahan
Inilah kepastian
dariku untukmu
Agar kau sadari betapa tak pantasnya aku
Betapa tak
gunanya aku
Kuharap ada
kerelaan rayi dari isyarat tubuhmu
Sehingga aku tak
merasa melukaimu
Supaya kita
sama-sama pahami
Akan rasa yang
tak berpihak lagi.
(Belinyu, 28 Desember 2009)
Nyanyian
Sunyi yang Semakin Sunyi
Belum lama ini
aku datang kemari
Berdiam diri
bisu yang terpatri
Kilau kemilau
menyorot arah
Langkah terseok penuh beban duka
Rahangku kaku
tuk berucap
Nyanyian sunyi
yang semakin sunyi
Entah dimana
lagi kutemukan kedamaian
Ditempatkan pada
waktu yang salah
Sanggar kesepian
penjuru
Berpeluruh peluh
mencair tetesan kekejaman
Kemana makna
keabdian setia itu?
Ketulusan
kurikulum disetiap pembahasan
Tertawa tanpa
intonasi
Bertingkah aneh
bagai topeng monyet
Kupikir akulah
yang salah karena sempat mencintaimu
Sampai akhirnya
penyesalan tak berujung
Tak lagi ingin
kukenal insan sepertimu
Sadis , bahagia
diatas penderitaan ragaku
Tertoreh
instingku pada wajah yang bersemu merah
Aku tahu kau
sedang gembira
Aku pun turut
suka
Kesenyapan kan
kusimpan dihariku sendiri
Biarlah berakhir
pilu yang menyamakan.
(Belinyu, 26 Januari 2010)
Cinta
Tak Berujung
Masih bisakah
aku bercanda ria bersamamu
Setiap menit,
detik, selalu denganmu
Memahami lekuk
garis canda manismu
Aku telah lama
merindukanmu
Setiap insan
yang mencintaiku
Aku pun mencoba mencintai
mereka dengan hatiku
Tapi, nyatanya
aku tak bisa
Mendelete namamu
dari relung hati dan jiwa
Dan tak pernah
bisa gantikanmu
Tak ada yang
mampu tenangkan
Tak ada yang
bisa menghiburku
Aku menangis
lagi karena kehancuranku
Betapa tak
adilnya dunia ini
Disaat rasa
benar-benar terpatri
Dia pergi dan
tak pernah kembali
Namun ia belum
mati sia-sia
Hanya aku yang
tak tahu kabarnya
Tapi aku selalu
mengingatnya
Untuk cintaku
yang tak berujung
Dengan nada
harmoni keinginanku sad-ending
(Belinyu, 25 Januari 2010)
Penantian Seorang Sahabat
Sahabat
Disini aku
menunggu hadirnya dirimu
Namun kau tak
datang jua
Masih terekam
dibenakku
Hari-hari indah
yang kita lewati bersama
Sahabat
Hidupku seolah
kosong
Sunyi tanpamu
disini
Kepergiaanmu
meninggalkan beban duka dijiwaku
Canda, tawa yang
kita lewati berdua
Tinggalah sebuah
sejarah
Sahabat
Aku merindukan
semua hari seperti dulu
Berharap kau
akan datang kembali
Melalui..puisi
ini ku goreskan setitik lara
Sepeser keinginan
agar kau disini
Sahabat
Ku harap walau
kau jauh disana
Tiada lorong
yang akan memisahkan kita
Tetaplah hati
kita sebagai sahabat
Seperti dulu,
sekarang dan seterusnya
Hingga penantian
seorang sahabat
Adalah pelita
dimusim kerinduan cerita kita.
(Belinyu, 16 januari 2010)
Silabus Jiwa
Aku tenggelam
dalam duniaku
Sepi terasing
tanpa kawan
Kulihat warna
warni
Enggan melintas
mengisi hariku
Ku cium banyak
harum bunga
Enggan jua
menghampiriku
Tapi itu tak
menjadikanku mati
Aku abadi karena
torehan tintaku
Dengannya aku
bisa menjadi apa saja
Dan yang paling
berharga
Aku merasa
menjadi manusia
Yang penuh
dengan kasih sayangnya
Kan ku abadikan
kehidupan ini
Bersedekap teguh
menahan asa
Bertahan sampai
bathinku merasa lelah
Namun ku kan
selalu setia
(Belinyu,17 januari 2010)
Hiasan Menit
Waktu begitu
cepat berlalu
Kemarin masih
kudengar celotehan hangatmu
Sekarang
tinggalah kenangan
Tinggal cerita
yang kian usang
Sepi berarak
menghampiriku
Coba benamkan
semua intuisi tentang kita
Saat kutatap
matamu
Ada sapaan dan
nyanyian harapan
Serta rindu yang
tertanam
Gurat senyummu
begitu sempurna dipandang mata
Banyak makna
tentang hari terbiaskan
Tapi ternyata
cerpen kita hanya sampai disini
Syair kita
tampilkan hari ini
Guru
Betapa mulia
jasamu
Kau goreskan
kenangan abadi di jiwa
Hingga saat ini
selalu kami ingat
Hari-hari yang
dijalani ternyata
Hanya sebuah
hiasan menit
Sewaktu-waktu
bisa datang dan pergi
Namun namamu kan
ukir dihati
Dijiwa , diraga
sampai akhir nafas ku
(Belinyu,
18 Januari 2010 )
Peluruh Doa’
Saat mentari
mulai terbenam
Sayup-sayup
kudengar suara adzan
Bangunkan ku
dari mimpi sepetang
Menyuruhku
bergegas untuk sholat
Darah berdesir
mengalir deras
Bola kristal
merembes dari sudut mata
Aku
terombang-ambing
Mencari biduk
pasti tempat bernaung
Hati menyepi tanpa alunan tartil ayatMU
Alkabir terangi
gelapnya jiwaku
Menuntunku ke
jalan penuh cahaya abadi
Sadarkanku dari
nikmatnya dunia fana
Astagfirullahaladzim
Tiada pernah ku
sadari selama ini Ya Rabb
Kulupakan segala
perintahmu
Aku hanyalah
manusia yang mencari jalanmu
Semoga ini akan
selalu mengingatku
Pada Aljalil
yang taat
Dan selalu
menjalani hari penuh makna
Serta terus
bersyukur pada yang Kuasa
(Belinyu,12 Mei
2009)
Jauh
Lepaskan penat
diraga
Nyanyian rindu
menyapa
Jenuh menapak
mencemooh naifnya jiwa
Sukma menjauh
berlalu dari pandangan
Dirimu tak lagi
bisa ku sentuh
Dirimu tak lagi
seperti dulu
Dan aku
benar-benar tak bisa mengerti
Meski t’lah ku
coba memahaminya
Angan ini
melambung jauh
Mengejar
bayangmu yang kian semu
Lenyap
Raib...blass
dari hati
Resah menyapa
desah bathin
Kita bukan
burung yang dapat terbang bebas
Kita bukan dewa
Kita bukan juga
Tuhan
Yang dapat
melakukan apa yang kita mau
Tapi kita
hanyalah manusia biasa
Semoga kau mulai
mengerti apa inginku
Karena rasa yang
jauh
Adalah rasa yang
utuh.
(Belinyu, 19 januari 2009)
Ketika Hati Berjarak
Aku
selalu berharap dia hadir disini
Ku tak
sempurna tanpa kamu
Coba kau
dengar bisikku
Coba kau
rasa desahku
Merindumu
disetiap waktu
Aku
selalu menantikanmu
Mencintai
kamu seperti kemarin
Bermanja
damai dengan rasa
Detak
jantungku tak beraturan
Nyawaku
tertimpa reruntuhan
Bibirku
kelu tuk berucap
Mata ini
t’lah dibutakan tuk sekedar menatap
Ketika
hati berjarak
Kisah
kita semakin mengusan
Tertoreh
cerita dalam tulisan kenangan
Dan
rindu
Ia
mencoba bicara dengan ketulusan hati
(Belinyu, 30 Desember 2009)
Five Minutes
Sebongkah
selaksa menjelma
Memeluk
kerapuhan raga
Mendekap
ketidakberdayaan sukma
Terkulai angan
terhela
Bangunan indah
tercipta
Tak berapa lama
rata sudah menjadi tanah
Namun genggaman
itu tak terlepas
Tetap keukaeuh seperti
lima menit yang lalu
Aku lengah
Aku tersesat
dalam kehancuranku seorang
Entah dimana
pintu keindahan itu?
Langkah semakin
terseret
Sekilas jeli
menata keterpurukan
Melata kaki
menari
Mengikuti arah
mentari
Lima menit dalam
hidup yang bermakna
Aku bahagia
Walau hanya
sekejap saja.
(Belinyu, 29 Desember 2009)
Hari-Hari Jemu
Sepi ku
tenggelam dalam memo
Berhambur
rangkaian kata tertoreh
Kami
seperti sepasang kekasih
Saling
mengisi disenyap hari
Pahit,kelar
, dan manis
Semua
berbaur menjadi satu
Sendiri
maupun berdua
Pemahamannya
tetap sama saja
Entahlah
apa yang dunia pergunjingkan
Tentang
empat belas hari yang menyedihkan
Tentang
dua puluh minggu yang menyakitkan
Tentang
dua belas bulan yang membingungkan
Filsafat
alam yang bertasbih
Mereguk
secangkir kehambaran asa
Selaksa
biru berubah warna
Kepastian
yang gulita
Bungkam
dalam diam tak terbelenggu
Kerap
kali rindu hanya sebuah pelipur kesendirian
Dan itu
tak hanya kali ini saja
Namun
setia menemani hidupku
Hari-hari
yang menjemukan
Menghadirkan
kehampaan tanpa ruang.
(Belinyu, 12 Desember 2009)
Senja Tanpamu
Ketika senja
berarak menghampiri
Langit menghiba,
mengamuk, dan meronta
Tangis pun pecah
membahana
Meradang, lara,
dan berduka renta
Jingganya
perlahan musnah
Dan pekat pun
menjelma
Tapi apakah
engkau tahu
Suatu hal yang
paling menjemukan
Adalah
kesendirian berkepanjangan
Tak peduli jika
esok mentari menari
Hanya berharap
agar ku tersenyum
Tapi bukankah
luka tak mengenal waktu
Tetap saja ku
terdiam
Mencoba meredam
lukaku yang terdalam
Dan jika esok
langit memekik lagi
Kau pasti kan
pahami
Janjiku seperti
mentari
Kan selalu ada
Meski tak pernah
kau nanti
Karena hati
adalah ejaan pasti.
(Belinyu, 10 Desember 2009)
Tentang Dia
Dia
mengharapakan hujan turun dalam tidurnya
Membasahi
gersang dan tandusnya nyawa
Menyiram
kebekuan asa
Senja semakin
temaram
Seulas bayangan
berkelebat
Seolah mencari
arah dalam gulita
Namun tak jua
ada
Nelangsa merang-rang dijiwa
Dia kembali
berharap mentari tak lagi berbias
Dalam kerjapan
pandangannya
Supaya lelah
Pedih
Dan perih kan terhapus
Supaya
kebohongan ini cepat berakhir
Dan satu hal
yang ditunggu
Logika dan
indahnya fakta
Dia berlari dan
terus berlari
Mencari arah pasti
tak hanya mimpi.
(Belinyu. 09 N0fember 2009)
Sepucuk Surat Untuk Bunda
Dari secarik
warna buram
Ku gores kata
demi kata
Menjejaki rindu
demi rindu yang terpasung dijiwa
Menjajal bait
demi bait yang terpenjara di raga
Bunda baru saja
kemarin Kau memapahku penuh cinta
Kini tampak
gurat-gurat halus keriput di wajahmu
Namun itu tak
pernah mengurangi sedikitpun kasih sayang dan ketulusan
yang kau berikan padaku
Bunda dari
hatiku yang terdalam ku persembahkan sepucuk surat untukmu
“Untukmu
bunda”
Ketika
gores mata pena ini menyentuh selembar kertas putih di hadapanku
Perlahan
rembesan bening mengalir dari sudut mataku,jatuh berdebam
membasahi lembaran kertas.
Ku
ingat kembali perjalanan detik-detik masa kecilku ada dirimu yang selalu
setia mendampingiku tanpa pamrih.
Desah
pilu berkubang di hati Senyuman hangatmu menjadi cahaya dalam
Hidupku,memberikan ketenangan tak
berpesisir.
Bunda
di senja sore tak biasa bayangmu hadir menghantui pandanganku
tentang dimana aku akan tetap bisa
selalu mencintaimu.
Bunda,kusadari
apa yang telah kulakukan selama ini menyakitimu dengan
perlahan mengabaikan setiap perintah
yang Kau katakan padaku.
Dengan
bangga aku berbohong kepadamu hanya untuk mencapai sebuah
kepuasan semu
Bunda
begitu banyak kata-kata kotor yang tak seharusnya aku ucapkan di
Hadapanmu,bahkan itu tidak pantas
dilontarkan
Entah
dimana hati dan nuraniku pada saat itu????????
Telah
matikah akalku Bunda????????
Padahal
aku tahu selama ini kau telah perjuangkan hidup dan matiku
untukku,merawatku penuh cinta dan
ketulusan.
Kasih
sayang yang tek pernah lekang oleh waktu,tapi apa balasanku untukmu
Bunda
Sering
kali aku tutup telinga tidak ingin mendengar nasihatmu,sungguh telah
dibinasakan hasratku ini.
Bunda
sampai kau tahu cintaku padamu tak akan berubah
Meski
esok mentari tak lagi berpijar
Meski
esok wajahmu tak lagi bisa kutatap
Meski
esok kau tak lagi disini
Bunda,biarkan
aku menghias hariku bersamamu
Walau
hanya dalam mimpi dan khayalku
Dan
izinkan aku mencintaimu sepanjang waktuku
(Belinyu, 15 Oktober 2010)
PERCAKAPAN AKU
Sepasang
mata mengitar bahasa jeda yang bersaksi
Mengungkap
lelah dalam genggaman waktu
Mengusik
desah anak malam
Morat-marit
kisah negeriku
Mentawai,wasior,
berduka renta
Merapiku
menangis disela waktu
Berujung
dimanakah mereka murka??????
Kesegala penjuru tanpa nyawa
Terlantar, terlunta menghukum
raga
Tuhan...
Dimana keindahan yang Engkau
janjikan
Mereka menagih keadilan pada
petinggi negerinya
Namun tak ada iba dimata mereka
Bulir-bulir
kristal merembes
Derainya
jatuh membasahi bumi nan tandus
Gersang
terabaikan oleh makna
Sulit
tertoreh bahasa jiwa
Ia
memberontak diutus letih nyawa berpeluruh
Dan tak
tertatap dehidrasi akal ini
Diujung denting senja bertasbih
Garis-garis cakrawala membentang
Menghujam fenomena kesakitan
alam
Percakapan aku
Antara keinginan dan harapan
Kawan
saksikan
Drama
tragis negeri kita tercinta INDONESIA
Tenggelam
bersama kenangan pahit
Tapi
semoga ada kemenangan
Akhir
kisah yang menceritakan
Bahwa
NKRI tetap jadi paru dunia.
(Belinyu...15
Oktober 2010)
Oretanku
Sebuah riak
langit menopang ragu diatas ubun jenuh
Lewat sepotong
piringan dahaga
Entah apalah
yang dinanti dari sisi lelah ku
Berhambur angan
sepi disela malam
Para penjejak
khayal merata dibait jiwa
Ini oretanku
Tentang
bagaimana langit menyapa
Tentang
bagaimana goresan menjadi apik
Dan tentang
bagaimana kita menerangkan makna
Ini oretanku
Saat dilema
memilih berkhatam dihati
Biduk – biduk
rapuh bertebaran diselaksa jingga
Hanya enam baris
Seratus dua
puluh kata
Apa kau tahu
maksud ku kawan???
Ini jarang kau
dapatkan diharimu
Ini oretanku
Mungkin terlalu
banyak repetisi
Sejengkal
torehan untaian kalbu
Bila kau kau
pahami maka kau akan mengerti.
(Belinyu, 15 November 2010)
Para Pengumbar Nafsu
Bukan sebagai
anakmu aku datang kemari
Melainkan kebenciaanku
berakar api
Membunuh
kekalutanku
Semrawut
merangkang pahamu disepanjang jalan
Bergurau pada
penikmat sesaat
Aku muak
Aku jijik
Aku mau pergi
saja
Kau mengejek
kelenjar halusinasi
Berang akal ini
menjerumus deras dilangit jingga
Terseret langkahku
padamu
Tapi bukan jeda
berarah
Ia malah
terkungkung merangsang
Menyesap
bulir-bulir disekujur tubuh
Menjilat
puing-puing desah berongga
Menggenggam
jemari-jemari pecanda
Lagi-lagi pahamu
kau pamerkan dihadapanku
Ih… aku tak ada
pikir memperkosamu, sayang
Luar biasa kau
wanita tanpakulit wajah
Merayu,menggoda,
dan mendosa
Jangan dirajang
arang kau memikatku
Aku manusia
biasa,memang
Tapi aku masih
waras berpikir jernih
Kau tak bisa
dapatkan apa yang kau mau dariku.
(Belinyu., 10 november 2010)
Kepada Hati
Dear hati
Tak banyak yang
hendak kugoreskan
Dengan tinta
warna ditanganku
Mengikuti liku
torehan rasa
Seiring waktu
kuhela perasaan ini
Dear hati
Dalam
detik-detik berarti aku teringat
Seseorang yang
jauh dari pandanganku
Ku ingin
ungkapkan tentang rindu dibait hujan
Kuingin katakan
tentang hasrat yang berkarang
Dear hati
Ada banyak
cerita yang ingin kucurahkan
Pada fenomena
binar mata
Disana ada
kemelut asa
Bersedekap
mengurung raga terpenjara
Tahukah engkau,
sayang?
Saat malam tiba
kesepian menjalar dijiwa
Menukik,merenda
sutra ungu beralas bahasa
Dear hati
Kuharap
penantianku tak pernah beujung sia-sia
Dan bila waktu
terus izinkanku
Biarkan kusimpan
rasa ini
Kepada hati aku
berjanji untuk tetap berdiri disini
Mengukir kisah
yang abadi.
(Belinyu,30 September 2010)
Tobat Nasuha
Kala langit
mengulum gusar didada
Ia berarah
merangkai pusara
Ya Rabb…
Hentikan nafsu
syakwa diraga
Berikrar meramal
langkah
Aku menginjak
pada bumi nisanku
Ya Rabb
Ampuni tindak
tanduk hidupku selama ini
Yang mengentas
dalam jurang dosa
Lembah hitam
yang mengitar disela bait doa
Lihatlah
sekarang apa yang mereka katakan padaku