Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Desember 2011

Aku Pergi


T’lah kuleburkan asa dalam selaksa
Menepis kecurigaan semu
Menerjang kecemburuan jemu
Untuk selalu dan tetap percaya padamu

Fakta berbalik mengatakan salah
Aku sungguh tak bisa mencintaimu
Seperti kemarin hari
Karena rasaku tlah sungguh musnah

Bohong aku
Jika katakan aku begitu menyayangimu
Padahal batinku mengamuk dan meronta
Untuk katakan tidak,tidak,dan tidak

Aku mencoba tetap bertahan mendampingimu
Walau adakalanya kita tak pernah sejalan
Ku selalu mencoba mencari arah terbaik
Agar damai bersenandung bersama kita

Namun jangankan damai senyum pun begitu jauh
Lidah kelu tuk berucap
Mata lelah tuk bertatap
Pada akhirnya memang tak berpihak
Dan aku harus pergi

                       






(Belinyu, 29 Desember 2009)















Temaram Jiwa


Malam menghias bias rembulan
Awan berderap menyusun makna
Ku peluk kehampaanku tanpamu sobat
Wajahmu nan ayu memoles sepiku
Kerinduan akan kisah kecil kita
Dimana saat tertawa menggema bersama
Mentari tlah kembali ke peraduan
Tapi kita masih asyik bercanda
Masa kecil yang dirindukan
Masa kecil yang dinanti
Pada kelindukan hari
Aku dan aku harus berpisah
Temaram berbias mesra penuh romantisme rasa
Senantiasa senandungkan langkah
Tentang kemarin , esok , lusa bahkan seterusnya
Sejengkal lelah diufuk bumi
Tujuh gugus bintang bersembunyi dipunggung bulan
Seutas tali mengikat leher ku,
Mencekik raga yang terlunta
Lembaran demi lembaran terukir bait alibi sang perindu
Diselaksa ubun senja nan temaram
Ingatkah engkau tentang kisah kita
Kisah anak-anak manis berseloroh manja
Seperti itulah dikala kita mengenang masa lalu
Sampai detik ini persahabatan kita tak akan pernah lekang
Biarkan apa kata perempuanmu
Biarakan apa kata lelakimu
Karena kita adalah sahabat
Dan hanya sahabat.

                            



(Belinyu, 27 Desember 2009)










Pezinah Kanvas


Mimpi malam bergelak sumbar
Hati bersauh pada perantara angan
Kudekap sinar dibalik labirin
Resah mengental berjejal
Lenggok lekuk bentuk garis
Konkrit dan abstrak
Pada secarik buram abu
Torehan nanah kanvas
Mengalir berputar diubun papan
Merah , coklat berdarah oral
Diremas sadis pezinah kanvas
Menuri titik penghubung menjadi riil
Didekap, direngkuh dalam pelukan imajinasinya
Dikecup penuh cinta tepat dibibirnya
Ranum bagai mawar yang hendak mekar
Argh..gairah merasuk jiwa
Selimuti kawah hasrat yang menggila
Dipoles sedemikian rupa
Duh..elok bentuknya menggugah sukma
Menggetarkan naluri tanpa jeda
Maka dikecup lagi lebih mesra
Menawarkan secangkir asmara sang pezinah kanvas
Pada pikirnya yang melanglangbuana
Merayu segenap pecinta dari yang lebih cinta.


                  





(Belinyu, 25 Mei 2010 )













Pelangi di Sore Adha


Kala terpaku seorang diri
Tiadalah jeda dirai hati
Mimbar-mimbar beralas aspal permadani
Pelangi di sore adha
Bergaris alur membentuk oretan warna
Mejikuhibiniu
Laksana rumput teki diluas hampar alam

Pelangi di sore Adha
Menabu gema harmonisasi rasa
Bak anak tangga bertingkat
Kami saling tertawa lepas
Melelehkan gamang tanpa roh

Pilar-pilar langit tampak kokoh
Alam semesta bertasbih
Berdzikir memilir butir-butir kerikil
Mengumandangkan asma MU ya Rabb
Takbir bergemuruh disepanjang malam
Beralas sajadah sujud hamba dihadapMU

Pelangi di sore Adha
Kami bercanda menatap ufuk senja
Menoreh kesan renda sulaman ungu
Menyibak tabir kehakikihan raga
Karena ENGKAU sang Maha Pecinta

                  





(Belinyu,16 Nop. 10)










Kasih Sepanjang Zaman


Kala sepi menghampiri kalbu
Kau dongengkan  padaku cerita 1001 malam
Tuk hantarkan ku dalam lelap tidurku
Alunan  merdu menghangatkan suasana
Ibu..kau kasih sepanjang zaman
Aku rindu canda tawa semasa kecil
Aku rindu senyum manismu
Yang hantarkanku pada cinta tak bertepi
Ibu.. adakah engkau sadari
Sekarang anak mu ini telah beranjak dewasa
Tapi sedewasa ini masih lah engkau yang selalu ku rindu
Kangen pada ocehanmu bu
Kangen pada celoteh girang khas mu ibu
Ibu walau esok langit berganti warna
Namun kasihmnu padaku tak akan terganti
Ibu meski rembulan tak lagi berbias mesra
Tapi kau akan selalu dihatiku
Temani kemana pun aku melangkah
Menapakan kaki ku
Memelukmu direlung jiwa
Karena kau pelita yang akan selalu terangi aku.

                  






(Belinyu, 8 Juni 2010)















Kisah ku


Membenam pedih mengakar dijiwa
Menelan pahitnya kegetiran
Angan terseok dibalik cadar awan
Menusuk dan mengoyak hati
Menoreh serta membunuh akal ini
Sebulir kristal bening menetes
Mengalir digaris sudut mata
Berdebam jatuh kedalam gelas
Dua cincin patah diujung jari
Roda malam terjepit jerih
Hiruk pikuk tanpa jeda
Siapa yang tahu pudarnya lukisan
Aku punya pilihan yang tak kau ketahui
Lelah mencampakkanku
Merampas semua cerita tentang aku dan kamu
Masih kudekap pilu
Pernyataanmu menampar merah rona hasrat
Menghunus kedilemaan disebait puisi
Geram merangkul lutut kecil
Menyikut gulana dikalbu
Deru sang bayu menusuk kulit ari
Hembusan dahaga menagkup wajah
Hanya berupa potongan bait-bait kutikula
                  






(  Belinyu, 2010-11-17)














Sudah Terlalu Lama


Seraup pemanis digusi malam
Manghantarkan mimpi dikelam pekat
Menyambut gundah dihati
Kemana bulan kan menapak
Diraih bintang di pendar hari
Ketika malam mengilang
Pagi pun datang kembali
Begitulah seterusnya
Tapi bagaimana denganku
Ketika kau hilang ku tak pernah
Dan tak bisa temukan penggantinya
Apakah aku terlalu berharap akanmu?
Pada rasa yang belum tentu pasti
Sungguh suatu kebodohan
Tapi aku ingin cepat terbangun
Dari keadaan yang membimbangkan
Pelik sangat
Dihidupku tiada lagi yang bisa untuk temukan yang baru.
                  









(Belinyu, 26 maret 2010)
                            















Bila Hanya Sebatas Mimpi


Tertumpu rasaku padamu
Bawalah aku memasuki singgasana hatimu
Jadikan aku permaisuri untuk cintamu
Senyummu suatu hal terindah
Kasih
Maafkan aku ingin kembali
Maafkan aku tak bisa tanpamu
Hingga kini kusadari akanku
Yang tak berarti tanpamu
Kasih
Limbung langkahku memaknai
Dimanakah kita sesungguhnya
Benarkah ini hanya sebatas mimpi
Mungkinkah kau terluka oleh rasa
Hingga kau menganggap semua sama
Kasihku
Dengarkan aku
Aku akan menunggumu
Menunggu pastimu
Sampai cintamu tak lagi berarti untuk orang lain
Tapi aku kan setia menantimu
Mengharapmu yang selalu hadir dalam mimpiku
Dan nyata itu yang kurindu
Bila hanya sebatas mimpi
Kurasa tak mengapa
Asal kita bisa bersua bahagia
Di ambang rasa berhimpun indah.
                  








(Belinyu, 17 Nop. 10)








Kepastian Semu


Tahun ini semakin dekat kedepan
Tapi mengapa langkah kita semakin mundur
Menjauh mencari arah baru
Menghindar dari kejemuan
Awalnya terasa bahagia menyapa kesendirian
Semakin lama semakin menakutkan
Semakin tersadar angan tuk pergi segera
Meninggalkan kepastian semu
Bolehkah akhirnya aku putuskan mengakhiri rasa ini?
Rasa yang tlah permalukanku
Rasa yang tlah meracuniku
Rasa yang tlah membunuhku secara perlahan
Inilah kepastian dariku untukmu
 Agar kau sadari betapa tak pantasnya aku
Betapa tak gunanya aku
Kuharap ada kerelaan rayi dari isyarat tubuhmu
Sehingga aku tak merasa melukaimu
Supaya kita sama-sama pahami
Akan rasa yang tak berpihak lagi.
         








(Belinyu, 28 Desember 2009)
















Nyanyian Sunyi yang Semakin Sunyi

Belum lama ini aku datang kemari
Berdiam diri bisu yang terpatri
Kilau kemilau menyorot arah
Langkah terseok  penuh beban duka
Rahangku kaku tuk berucap
Nyanyian sunyi yang semakin sunyi
Entah dimana lagi kutemukan kedamaian
Ditempatkan pada waktu yang salah
Sanggar kesepian penjuru
Berpeluruh peluh mencair tetesan kekejaman
Kemana makna keabdian setia itu?
Ketulusan kurikulum disetiap pembahasan
Tertawa tanpa intonasi
Bertingkah aneh bagai topeng monyet
Kupikir akulah yang salah karena sempat mencintaimu
Sampai akhirnya penyesalan tak berujung
Tak lagi ingin kukenal insan sepertimu
Sadis , bahagia diatas penderitaan ragaku
Tertoreh instingku pada wajah yang bersemu merah
Aku tahu kau sedang gembira
Aku pun turut suka
Kesenyapan kan kusimpan dihariku sendiri
Biarlah berakhir pilu yang menyamakan.
         








(Belinyu, 26 Januari 2010)















Cinta Tak Berujung


Masih bisakah aku bercanda ria bersamamu
Setiap menit, detik, selalu denganmu
Memahami lekuk garis canda manismu
Aku telah lama merindukanmu
Setiap insan yang mencintaiku
Aku pun mencoba mencintai mereka dengan hatiku
Tapi, nyatanya aku tak bisa
Mendelete namamu dari relung hati dan jiwa
Dan tak pernah bisa gantikanmu
Tak ada yang mampu tenangkan
Tak ada yang bisa menghiburku
Aku menangis lagi karena kehancuranku
Betapa tak adilnya dunia ini
Disaat rasa benar-benar terpatri
Dia pergi dan tak pernah kembali
Namun ia belum mati sia-sia
Hanya aku yang tak tahu kabarnya
Tapi aku selalu mengingatnya
Untuk cintaku yang tak berujung
Dengan nada harmoni keinginanku sad-ending
                       

(Belinyu, 25 Januari 2010)
























Penantian Seorang Sahabat


Sahabat  
Disini aku menunggu hadirnya dirimu
Namun kau tak datang jua
Masih terekam dibenakku
Hari-hari indah yang kita lewati bersama
Sahabat
Hidupku seolah kosong
Sunyi tanpamu disini
Kepergiaanmu meninggalkan beban duka dijiwaku
Canda, tawa yang kita lewati berdua
Tinggalah sebuah sejarah
Sahabat
Aku merindukan semua hari seperti dulu
Berharap kau akan datang kembali
Melalui..puisi ini ku goreskan setitik lara
Sepeser keinginan agar kau disini
Sahabat
Ku harap walau kau jauh disana
Tiada lorong yang akan memisahkan kita
Tetaplah hati kita sebagai sahabat
Seperti dulu, sekarang dan seterusnya
Hingga penantian seorang sahabat
Adalah pelita dimusim kerinduan cerita kita.

(Belinyu, 16 januari 2010)























 Silabus Jiwa


Aku tenggelam dalam duniaku
Sepi terasing tanpa kawan
Kulihat warna warni
Enggan melintas mengisi hariku
Ku cium banyak harum bunga
Enggan jua menghampiriku

Tapi itu tak menjadikanku mati
Aku abadi karena torehan tintaku
Dengannya aku bisa menjadi apa saja
Dan yang paling berharga
Aku merasa menjadi manusia
Yang penuh dengan kasih sayangnya

Kan ku abadikan kehidupan ini
Bersedekap teguh menahan asa
Bertahan sampai bathinku merasa lelah
Namun ku kan selalu setia


(Belinyu,17 januari 2010)



























Hiasan Menit

Waktu begitu cepat berlalu
Kemarin masih kudengar celotehan hangatmu
Sekarang tinggalah kenangan
Tinggal cerita yang kian usang
Sepi berarak menghampiriku
Coba benamkan semua intuisi tentang kita
Saat kutatap matamu
Ada sapaan dan nyanyian harapan
Serta rindu yang tertanam
Gurat senyummu begitu sempurna dipandang mata
Banyak makna tentang hari terbiaskan
Tapi ternyata cerpen kita hanya sampai disini
Syair kita tampilkan hari ini
Guru
Betapa mulia jasamu
Kau goreskan kenangan abadi di jiwa
Hingga saat ini selalu kami ingat
Hari-hari yang dijalani ternyata
Hanya sebuah hiasan menit
Sewaktu-waktu bisa datang dan pergi
Namun namamu kan ukir dihati
Dijiwa , diraga sampai akhir nafas ku


                                                                        (Belinyu, 18 Januari 2010 )





















Peluruh Doa’

Saat mentari mulai terbenam
Sayup-sayup kudengar suara adzan
Bangunkan ku dari mimpi sepetang
Menyuruhku bergegas untuk sholat

Darah berdesir mengalir deras
Bola kristal merembes dari sudut mata
Aku terombang-ambing
Mencari biduk pasti tempat bernaung

Hati  menyepi tanpa alunan tartil ayatMU
Alkabir terangi gelapnya jiwaku
Menuntunku ke jalan penuh cahaya abadi
Sadarkanku dari nikmatnya dunia fana

Astagfirullahaladzim
Tiada pernah ku sadari selama ini Ya Rabb
Kulupakan segala perintahmu
Aku hanyalah manusia yang mencari jalanmu
Semoga ini akan selalu mengingatku
Pada Aljalil yang taat
Dan selalu menjalani hari penuh makna
Serta terus bersyukur pada yang Kuasa


                                                                       
(Belinyu,12 Mei 2009)






















Jauh

Lepaskan penat diraga
Nyanyian rindu menyapa
Jenuh menapak mencemooh naifnya jiwa
Sukma menjauh berlalu dari pandangan
Dirimu tak lagi bisa ku sentuh
Dirimu tak lagi seperti dulu
Dan aku benar-benar tak bisa mengerti
Meski t’lah ku coba memahaminya
Angan ini melambung jauh
Mengejar bayangmu yang kian semu
Lenyap
Raib...blass dari hati
Resah menyapa desah bathin
Kita bukan burung yang dapat terbang bebas
Kita bukan dewa
Kita bukan juga Tuhan
Yang dapat melakukan apa yang kita mau
Tapi kita hanyalah manusia biasa
Semoga kau mulai mengerti apa inginku
Karena rasa yang jauh
Adalah rasa yang utuh.


                                                                        (Belinyu, 19 januari 2009)























Ketika Hati Berjarak

Aku selalu berharap dia hadir disini
Ku tak sempurna tanpa kamu
Coba kau dengar bisikku
Coba kau rasa desahku
Merindumu disetiap waktu
Aku selalu menantikanmu
Mencintai kamu seperti kemarin
Bermanja damai dengan rasa
Detak jantungku tak beraturan
Nyawaku tertimpa reruntuhan
Bibirku kelu tuk berucap
Mata ini t’lah dibutakan tuk sekedar menatap
Ketika hati berjarak
Kisah kita semakin mengusan
Tertoreh cerita dalam tulisan kenangan
Dan rindu
Ia mencoba bicara dengan ketulusan hati

                                   




(Belinyu, 30 Desember 2009)
























Five Minutes

Sebongkah selaksa menjelma
Memeluk kerapuhan raga
Mendekap ketidakberdayaan sukma
Terkulai angan terhela
Bangunan indah tercipta
Tak berapa lama rata sudah menjadi tanah
Namun genggaman itu tak terlepas
Tetap keukaeuh seperti lima menit yang lalu

Aku lengah
Aku tersesat dalam kehancuranku seorang
Entah dimana pintu keindahan itu?
Langkah semakin terseret
Sekilas jeli menata keterpurukan
Melata kaki menari
Mengikuti arah mentari
Lima menit dalam hidup yang bermakna
Aku bahagia
Walau hanya sekejap saja.

                        (Belinyu, 29 Desember 2009)


























Hari-Hari Jemu

Sepi ku tenggelam dalam memo
Berhambur rangkaian kata tertoreh
Kami seperti sepasang kekasih
Saling mengisi disenyap hari
Pahit,kelar , dan manis
Semua berbaur menjadi satu
Sendiri maupun berdua
Pemahamannya tetap sama saja
Entahlah apa yang dunia pergunjingkan
Tentang empat belas hari yang menyedihkan
Tentang dua puluh minggu yang menyakitkan
Tentang dua belas bulan yang membingungkan
Filsafat alam yang bertasbih
Mereguk secangkir kehambaran asa
Selaksa biru berubah warna
Kepastian yang  gulita
Bungkam dalam diam tak terbelenggu
Kerap kali rindu hanya sebuah pelipur kesendirian
Dan itu tak hanya kali ini saja
Namun setia menemani hidupku
Hari-hari yang menjemukan
Menghadirkan kehampaan tanpa ruang.

                                                (Belinyu, 12 Desember 2009)
























Senja Tanpamu

Ketika senja berarak  menghampiri
Langit menghiba, mengamuk, dan meronta
Tangis pun pecah membahana
Meradang, lara, dan berduka renta
Jingganya perlahan musnah
Dan pekat pun menjelma
Tapi apakah engkau tahu
Suatu hal yang paling menjemukan
Adalah kesendirian berkepanjangan
Tak peduli jika esok mentari menari
Hanya berharap agar ku tersenyum
Tapi bukankah luka tak mengenal waktu
Tetap saja ku terdiam
Mencoba meredam lukaku yang terdalam
Dan jika esok langit memekik lagi
Kau pasti kan pahami
Janjiku seperti mentari
Kan selalu ada
Meski tak pernah kau nanti
Karena hati adalah ejaan pasti.

(Belinyu, 10 Desember 2009)


























 Tentang Dia

Dia mengharapakan hujan turun dalam tidurnya
Membasahi gersang dan tandusnya nyawa
Menyiram kebekuan asa
Senja semakin temaram
Seulas bayangan berkelebat
Seolah mencari arah dalam gulita
Namun tak jua ada
Nelangsa  merang-rang dijiwa
Dia kembali berharap mentari tak lagi berbias
Dalam kerjapan pandangannya
Supaya lelah
            Pedih
            Dan perih kan terhapus
Supaya kebohongan ini cepat berakhir
Dan satu hal yang ditunggu
Logika dan indahnya fakta
Dia berlari dan terus berlari
Mencari arah pasti tak hanya mimpi.

                        (Belinyu. 09 N0fember 2009)




























Sepucuk Surat Untuk Bunda

Dari secarik warna buram
Ku gores kata demi kata
Menjejaki rindu demi rindu yang terpasung dijiwa
Menjajal bait demi bait yang terpenjara di raga
Bunda baru saja kemarin Kau memapahku penuh cinta
Kini tampak gurat-gurat halus keriput di wajahmu
Namun itu tak pernah mengurangi sedikitpun kasih sayang dan ketulusan  
         yang kau berikan padaku
Bunda dari hatiku yang terdalam ku persembahkan sepucuk surat untukmu
“Untukmu bunda”
Ketika gores mata pena ini menyentuh selembar kertas putih di hadapanku
Perlahan rembesan bening mengalir dari sudut mataku,jatuh berdebam
        membasahi lembaran kertas.
Ku ingat kembali perjalanan detik-detik masa kecilku ada dirimu yang selalu
        setia mendampingiku tanpa pamrih.
Desah pilu berkubang di hati Senyuman hangatmu menjadi cahaya dalam
       Hidupku,memberikan ketenangan tak berpesisir.
Bunda di senja sore tak biasa bayangmu hadir menghantui  pandanganku
       tentang dimana aku akan tetap bisa selalu mencintaimu.
Bunda,kusadari apa yang telah kulakukan selama ini menyakitimu dengan
       perlahan mengabaikan setiap perintah yang Kau katakan padaku.
Dengan bangga aku berbohong kepadamu hanya untuk mencapai sebuah
       kepuasan semu
Bunda begitu banyak kata-kata kotor yang tak seharusnya aku ucapkan di
       Hadapanmu,bahkan itu tidak pantas dilontarkan
Entah dimana hati dan nuraniku pada saat itu????????
Telah matikah akalku Bunda????????
Padahal aku tahu selama ini kau telah perjuangkan hidup dan matiku           
      untukku,merawatku penuh cinta dan ketulusan. 
Kasih sayang yang tek pernah lekang oleh waktu,tapi apa balasanku untukmu
            Bunda
Sering kali aku tutup telinga tidak ingin mendengar nasihatmu,sungguh telah dibinasakan hasratku ini.
Bunda sampai kau tahu cintaku padamu tak akan berubah
Meski esok mentari tak lagi berpijar
Meski esok wajahmu tak lagi bisa kutatap
Meski esok kau tak lagi disini
Bunda,biarkan aku menghias hariku bersamamu
Walau hanya dalam mimpi dan khayalku
Dan izinkan aku mencintaimu sepanjang waktuku
                       
                       



(Belinyu, 15 Oktober  2010)


PERCAKAPAN AKU


Sepasang mata mengitar bahasa jeda yang bersaksi
Mengungkap lelah dalam genggaman waktu
Mengusik desah anak malam
Morat-marit kisah negeriku
Mentawai,wasior, berduka renta
Merapiku menangis disela waktu
Berujung dimanakah mereka murka??????
                Kesegala penjuru tanpa nyawa
                Terlantar, terlunta menghukum raga
                Tuhan...
                Dimana keindahan yang Engkau janjikan
                Mereka menagih keadilan pada petinggi negerinya
                Namun tak  ada iba dimata mereka
Bulir-bulir kristal merembes
Derainya jatuh membasahi bumi nan tandus
Gersang terabaikan oleh makna
Sulit tertoreh bahasa jiwa
Ia memberontak diutus letih nyawa berpeluruh
Dan tak tertatap dehidrasi akal ini
                Diujung denting senja bertasbih
                Garis-garis cakrawala membentang
                Menghujam fenomena kesakitan alam
                Percakapan aku
                Antara keinginan dan harapan
Kawan saksikan
Drama tragis negeri kita tercinta INDONESIA
Tenggelam bersama kenangan pahit
Tapi semoga ada kemenangan
Akhir kisah yang menceritakan
Bahwa NKRI tetap jadi paru dunia.


(Belinyu...15 Oktober 2010)















Oretanku

Sebuah riak langit menopang ragu diatas ubun jenuh
Lewat sepotong piringan dahaga
Entah apalah yang dinanti dari sisi lelah ku
Berhambur angan sepi disela malam
Para penjejak khayal merata dibait jiwa
Ini oretanku
Tentang bagaimana langit menyapa
Tentang bagaimana goresan menjadi apik
Dan tentang bagaimana kita menerangkan makna
Ini oretanku
Saat dilema memilih berkhatam dihati
Biduk – biduk rapuh bertebaran diselaksa jingga
Hanya enam baris
Seratus dua puluh kata
Apa kau tahu maksud ku kawan???
Ini jarang kau dapatkan diharimu
Ini oretanku
Mungkin terlalu banyak repetisi
Sejengkal torehan untaian kalbu
Bila kau kau pahami maka kau akan mengerti.












(Belinyu, 15 November 2010)














Para Pengumbar Nafsu

Bukan sebagai anakmu aku datang kemari
Melainkan kebenciaanku berakar api
Membunuh kekalutanku
Semrawut merangkang pahamu disepanjang jalan
Bergurau pada penikmat sesaat
Aku muak
Aku jijik
Aku mau pergi saja
Kau mengejek kelenjar halusinasi
Berang akal ini menjerumus deras dilangit jingga
Terseret langkahku padamu
Tapi bukan jeda berarah
Ia malah terkungkung merangsang
Menyesap bulir-bulir disekujur tubuh
Menjilat puing-puing desah berongga
Menggenggam jemari-jemari pecanda
Lagi-lagi pahamu kau pamerkan dihadapanku
Ih… aku tak ada pikir memperkosamu, sayang
Luar biasa kau wanita tanpakulit wajah
Merayu,menggoda, dan mendosa
Jangan dirajang arang kau memikatku
Aku manusia biasa,memang
Tapi aku masih waras berpikir jernih
Kau tak bisa dapatkan apa yang kau mau dariku.
                                   



(Belinyu., 10 november 2010)



















Kepada Hati


Dear hati
Tak banyak yang hendak kugoreskan
Dengan tinta warna ditanganku
Mengikuti liku torehan rasa
Seiring waktu kuhela perasaan ini
Dear hati
Dalam detik-detik berarti aku teringat
Seseorang yang jauh dari pandanganku
Ku ingin ungkapkan tentang rindu dibait hujan
Kuingin katakan tentang hasrat yang berkarang
Dear hati
Ada banyak cerita yang ingin kucurahkan
Pada fenomena binar mata
Disana ada kemelut asa
Bersedekap mengurung raga terpenjara
Tahukah engkau, sayang?
Saat malam tiba kesepian menjalar dijiwa
Menukik,merenda sutra ungu beralas bahasa
Dear hati
Kuharap penantianku tak pernah beujung sia-sia
Dan bila waktu terus izinkanku
Biarkan kusimpan rasa ini
Kepada hati aku berjanji untuk tetap berdiri disini
Mengukir kisah yang abadi.






(Belinyu,30 September 2010)

                                                      














                                                                Tobat  Nasuha


Kala langit mengulum gusar didada
Ia berarah merangkai pusara
Ya Rabb…
Hentikan nafsu syakwa diraga
Berikrar meramal langkah
Aku menginjak pada bumi nisanku
Ya Rabb
Ampuni tindak tanduk hidupku selama ini
Yang mengentas dalam jurang dosa
Lembah hitam yang mengitar disela bait doa
Lihatlah sekarang apa yang mereka katakan padaku